Menurut Jose Casanova dalam kumpulan buku dari Relief Journal Of Religious Issues yang berjudul “Agama dan Kebenaran”, bahwa kehadiran agama di dunia selalu dengan wajah ganda (janus face) di satu sisi agama hadir denga wajah yang sangat ekslusif, primordial, partikularis, dan normative. Disisi lain agama kaya dengan identitas yang bersifat inklusif, transenden, universalis, dan historis akan tetapi ditengah-tengah masyarakat, wajah agama yang kerap menonjol adalah yang pertama. Oleh karena itu ,umumnya masyarakat didunia, khususnya di Indonesia sangat sulit memahami dan meletakkan kedua wajah agama dalam suatu kehidupan bermasyarakat. Sehingga seringkali terjadi ketegangan antar agama yang kerap dimanfaatkan para profokator atau bisa dikatakan oknum untuk tujuan tertentu, akibatnya keharmonisan antar agama sulit tercapai. Maka sikap pluralisme sangatlah penting untuk ditanamkan sejak dini agar terciptanya kedamaian antar umat beragama.
Pluralisme merupakan sebuah paham yang menghargai adanya perbedaan di tengah kehidupan masyarakat dan mengizinkan kelompok berbeda itu tetap menjaga budayanya sebagai ciri khas. Pengertian pluralisme juga bisa diartikan sebagai kesediaan menerima keberagaman untuk hidup toleran pada tatanan masyarakat yang berbeda suku, golongan, agama, adat dan pandangan hidup. Pluralisme mengimplikasikan tindakan yang fokus pada pengakuan kebebasan beragama, kebebasan berpikir atau mencari informasi, sehingga seseorang atau suatu kelompok butuh kematangan kepribadian mereka untuk mencapai pluralisme. Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia, pluralisme adalah keadaan masyarakat yang majemuk (bersangkutan dalam sistem sosial dan politiknya), berbagai kebudayaan yang berbeda-beda dalam suatu masyarakat
Sejak dulu konflik agama memang sudah ada, tercatat dalam sejarah pada zaman para nabi telah banyak terjadi kontra antara islam dan non islam yang bahkan sampai sekarang masih bisa kita temui. Di Indonesia sendiri seringkali terjadi konflik beragama baik dalam dunia nyata dan dunia maya. Hal itu terjadi karena kurangnya sikap toleransi yang tertanam dalam diri setiap umat beragama. Oleh karenanya ,perlu kita pahami apa makna pluralisme beragama sehingga bisa kita terapkan untuk kehidupan yang damai.
Di era memasuki Digitalisasi yang berkembang pesat, teknologi yang semakin maju, pengetahuan yang luas, justru tidak di iringi dengan moral yang berkualitas. Teknologi yang seharusnya di gunakan untuk hal-hal positif bisa saja di salah gunakan untuk hal-hal negaif yang memicu banyak perselisihan,hingga keteganggan sosial. Kita ambil contoh aplikasi yang sering di gunakan saat ini yaitu tik tok banyak memunculkan video atau konten sensitiv tentang agama. Konten tersebut berisi sindiran maupun sarkas agama satu ke agama yang lain dengan tujuan saling menjatuhkan dan menggunggulkan agamanya sendiri. Kemudian pihak lain memanfaatkan momen tersebut untuk kepentingan pribadi, yang justru memperkeruh keadaan.
Maka sebagai generasi yang hidup di era digitalisaasi alangkah baiknya untuk bisa saling tukar pikiran mengenai kehidupan beragama agar tercipta kehidupan yang harmonis dalam beragama. Jangan mudah terpancing dengan adanya oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab yang memicu perselisihan antar umat beragama, kita harus lebih terbuka dengan saling menghargai satu sama lain, dan berpandanganlah bahwa agama itu mengajarkan kebaikan, dengan berpegang teguh pada sila Pancasila pertama yakni “ Ketuhanan Yang Maha Esa”. Jadi dalam keberagaman agama sebaiknya jangan memandang dari segi perbedaan, tapi memandanglah dalam kebaikannya.
Meski dalam beberapa kesempatan, kita tentu akan terpojok kedalam kondisi dilema penentuan siapa yang paling benar, akan tetapi berpegang pada rasa saling toleransi akan membuat kita berada beberapa level diatas orang-orang awam yang masih ribut dengan perkara itu. Sampai saat ini belum pernah ada catatan sejarah yang menyatakan kekisruhan antar golongan membawa kedamaian, malah sebaliknya. Kebersamaan, kekeluargaan dan saling menghargai justru menjadi kunci vital sebuah peradaban menjadi lebih tentram dan lebih berkualitas.
Mengingat ungkapan familiar para agamawan muslim tanah air yang menyatakan bahwa dakwah paling sederhana dengan potensi pengenaan maksud dan tujuannya tercapai adalah dengan memberi contoh pola kehidupan seorang muslim kepada non muslim agar mereka mengerti dan paham sendiri dengan ajaran yang kita yakini adalah murni tentang kedamaian dan kasih sayang antar manusia didunia. Tudingan terkait keburukan dan profokasi dari pihak luar muslim biarlah menjadi bualan omong kosong mereka. Karena sejatinya Muslim adalah agama yang damai yang sangat kaya akan cinta dan kasih sayang.
Pewarta : Anwar
Tohir, Iqbal Zainul Muttaqin, Khoirul Umam, dan Ahmad Gilang Dwi Saputra (XII A / AGAMA)