Dalam beberapa tempat seperti pesantren, karya sastra tentu memiliki kedudukan yang sangat vital, sebab pesantren sendiri erat kaitannya dengan sastra. Mengingat kajian ilmu yang dipelajari di lingkungan ini sejatinya banyak yang menggunakan bahasa-bahasa sastra yang menitikberatkan pada keindahan kosa kata maupun pemaknaannya.
Al Qur'an, kitab-kitab kepesantrenan, hadist dan lain-lain jika kita amati bersama jelas terkonstruksi dari penggunaan retorika indah ala-ala karya sastra. Tak heran mengapa sampai hari ini banyak bermunculan seorang sastrawan hebat dari lingkungan pesantren. Mungkin jika disebutkan dalam artikel ini, bisa sampai berlembar-lembar hanya untuk merekap nama-nama sastrawan atau sastrawati yang memiliki background santri.
KH Ahmad Mustofa bisri atau akrab disapa Gus Mus pernah mengatakan dalam pidatonya bahwa sastra adalah makanan sehari-hari orang pesantren. Hal ini disampaikan Gus Mus saat menyampaikan pidato kebudayaan pada Muktamar Sastra 2018 di Pondok Pesantren Salafiyah Syafi'iyah Situbondo, Rabu (18/12). "Sastra itu makanan orang pesantren. Itu yang membedakan orang pesantren dan bukan," ujar Gus Mus" . Hal inilah yang akan kita garis bawahi.
Di pondok pesantren Al-Inaaroh Wonotunggal Kabupaten Batang, ada seorang tokoh yang merupakan pengasuh dan memiliki ketertarikan pada dunia sastra, adalah Iqro' Nuktah Akbar atau Gus Nuktah, putra ke dua Abah KH. Muhammad Lutfi pendiri dan pengasuh pondok pesantren Al-Inaaroh. Beliau merupakan seorang aktor dibalik inspirasi para santrinya dibidang kesusastraan yang sampai hari ini terus memberi kajian-kajian sastra baik secara langsung maupun tidak langsung.
Pribadi dengan budi pekerti tinggi dan memiliki daya intelektual serta spiritual yang luar biasa membuatnya menjadi sosok inspirator bagi santri-santrinya. Segudang prestasi di dunia kesusastraan khususnya melalui puisi, sudah di torehkannya. Hingga hari ini yang baru memasuki usia ke tiga MA Takhassus Al-Inaaroh berdiri, setidaknya ada beberapa santrinya yang turut mengikuti jejak beliau, seperti menjuarai event penulisan cerpen tingkat nasional, terpilihnya menjadi finalis kepenulisan sastra tingkat nasional, banyaknya santri maupun santriwatinya yang aktif menulis karangan sastra dan lain-lain. Bahkan diantara santri-santrinya ada yang sedang berproses menulis sebuah novel, yang kalau dapat ditekuni dengan istikomah, bukan tidak mungkin akan muncul tokoh sastrawan atau sastrawati dari pondok pesantren Al-Inaaroh Batang ini.
Dari sini dapat kita simpulkan dengan sederhana, bahwa pesantren dan karya sastra baik itu puisi, cerpen, novel dan yang lainnya, memanglah sebuah bidang ilmu yang relevan jika di kaji secara mendalam dilingkungan pondok pesantren. Dengan bimbingan dan arahan dari seorang figur central yang tak diragukan kereligiusannya, maka sebuah karya yang lahir akan menjelma menjadi keniscayaan sebuah proses pembelajaran.
Pondok pesantren Al-Inaaroh sendiri merupakan lembaga pendidikan formal yang memiliki beberapa satuan Pendidikan seperti MTs Takhassus Al-Inaaroh dan MA Takhassus Al-Inaaroh, yang masing-masing didalamnya memiliki banyak santri maupun santriwati dengan segudang potensi, tidak terkecuali potensi di bidang kesusastraan.