sumber gambar Majalah GPriority
OLEH : MUHAMMAD NAUVAL MAULANA
(Kelas X A MA TAKHASSUS AL-INAAROH)
Pendahuluan
Beberapa waktu terakhir tema Moderasi beragama menjadi akrab berlalu lalang di telinga kita. Hal ini menjadi perbincangan yang cukup menarik khususnya di Indonesia. Bukan tanpa alasan, ragam agama, perbedaan suku, ras, golongan dan banyak hal lain yang berbeda antara pemahaman atau keyakinan seseorang dengan orang lain menjadikan negara kita sangat rawan diterpa konflik baik itu konflik individu, maupun konflik antar golongan. Jika ditelisik lebih mendalam, maka akan kita jumpai sebuah fakta unik, yang akhirnya menjadikan istilah moderasi beragama ini ramai diperbincangkan di kalangan masyarakat kita.
Bagaimana bisa sebuah perbedaan dalam berbagai hal yang dimiliki bangsa kita kemudian memunculkan sebuah konflik lalu mengantar “moderasi beragama” menjadi sebuah opsi solutif yang harus dipahami dan direalisasikan oleh semua orang?. Lalu seperti apakah konsep pemahaman moderasi beragama yang dapat kita pahami untuk kemudian diimplementasikan ke dalam kehidupan sehari-hari, mengingat kita hidup di era digitalisasi yang mana perkembangan teknologi sudah sangat pesat dan menyulitkan kita untuk mengontrol informasi yang dapat memicu sebuah konflik karena di era ini informasi bertebaran dengan tanpa adanya sumber valid yang bisa dipertanggungjawabkan kebenarannya?. Peran seperti apa yang kita (generasi milenial) dapat kontribusikan sebagai upaya pengimplementasian paham moderasi beragama di tengah hiruk pikuk zaman dengan arah yang mengantarkan kita pada sebuah kerawanan menjumpai konflik-konflik dengan dasar berbagai perbedaan ini?
Isi
Sebelum kita masuk kedalam pembahasan, moderasi beragama merupakan istilah yang beberapa waktu terakhir menjadi pembahasan ramai khalayak publik, baik di seminar-seminar luring masyarakat pendidikan dan diskusi-diskusi dikalangan umum, maupun dibincangkan secara luas di media sosial apapun. Luasnya hasil dari sebuah macam-macam pemikiran, kemudian membangun banyak sekali penafsiran tentang apa itu moderasi beragama, namun yang perlu kita garis bawahi adalah makna global dari kata moderasi beragama. Mengutip dari laman website resmi KEMENAG (Kementrian Agama), lewat pendapat yang dituangkan Lukman dalam bukunya yang berjudul Moderasi Beragama, bahwa moderasi bermakna kepercayaan diri terhadap substansi (esensi) ajaran agama yang dianutnya, dengan tetap berbagi kebenaran sejauh terkait tafsir agama. Sementara beragama menurut Jan Hendrik dalam bukunya yang berjudul Pengantar Filsafat mendefinisikan kata beragama adalah sebuah sikap berkeyakinan yang dimiliki seseorang terhadap adanya suatu kenyataan trans-empiris, yang bertujuan mempengaruhi dan menentukan, sekaligus juga membentuk dan menjadi dasar tingkah laku manusia.
Dapat kita definisikan jika Moderasi beragama merupakan sikap beragama yang seimbang antara keyakinan terhadap agama sendiri, dan penghormatan terhadap orang lain yang berbeda keyakinan (inklusif) atau toleransi dengan penganut agama lain serta dapat memunculkan sikap melumrahi setiap hal-hal yang muncul dalam proses kehidupan bermasyarakat dengan pertimbangan nilai dan norma tertentu sebagai acuannya. . Untuk menghindari sikap ekstrem dan fanatik berlebihan terhadap suatu golongan ataupun aliran lain yang memungkinkan memantik sebuah konflik, maka moderasi beragama dibutuhkan sebagai jalan tengah atau keseimbangan dalam memahami dan mempraktikkan seluruh ajaran-ajaran agama. Karena sifatnya yang sangat vital dalam kehidupan manusia, agama secara automatis turut membantu manusia mengontrol perilakunya terhadap berbagai hal dan fenomena seperti terkait cara menyikapi perbedaan, menyelaraskan setiap fenomena yang ada / muncul ditengah kehidupan manusia dalam bermasyarakat sebagai sebuah kewajaran dalam kehidupan, dan merujuk pada pengendalian diri seseorang untuk lebih saling menghargai, maka jelas prinsip moderasi beragama ini perlu dipupuk sebagai upaya individu untuk menuju kehidupan manusia yang aman, damai dan tentram khususnya di Indonesia dan generasi milenialnya.
Sebagai contoh mengapa moderasi beragama harus dan bahkan wajib dipahami kemudian diimplementasikan kekehidupan sehari-hari oleh seluruh Masyarakat Indonesia apalagi generasi milenialnya adalah terkait kasus-kasus yang terjadi akhir-akhir ini. Mengutip dari laman Detik.com terbitan Sabtu, 21 Oktober 2023 dengan judul “Lagi-lagi bek Persebaya Yohanes Kandaimu menjadi korban Rasisme” dalam berita tersebut dijelskan bahwa salah seorang pemain sepak bola tim Persebaya Surabaya mendapat Tindakan rasisme yang dilakukan oleh supporter bola, akibatnya jelas meluas karena kita tahu bersama jika itu kaitannya dengan supporter bola, maka pasti melibatkan orang banyak yang tentu saja akan terlibat didalam konflik tersebut. Tidak berhenti disitu, hal ini juga menjadi fatal Ketika banyak orang melakukan Tindakan rasis itu di media sosial, karena jangkauannya menjadi sangat luas dan sulit untuk dikontrol oleh pihak-pihak terkait agar meminimalisir dampak dari konflik itu.
Kasus lain terkait hal yang membuktikan bahwa prinsip moderasi beragama harus dipahami dan diimplementasikan oleh generasi milenial bangsa kita yaitu pada laman KOMPAS.com terbitan tanggal 5 Juli 2023. Kasus perundungan atau bullying yang terjadi di beberapa sekolah di Indonesia disebut "sudah mengkhawatirkan lantaran sampai mengakibatkan kematian," menurut Ketua Dewan Pakar Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI), Retno Listyarti. Sebab meskipun sudah ada Permendikbud 82 tahun 2015 tentang pencegahan dan penanggulangan tindak kekerasan di satuan pendidikan, tapi banyak sekolah belum memiliki sistem pengaduan dan pelaporan yang melindungi korban perundungan. Berbagai perundungan di peristiwa lain juga banyak yang dilandasi dari komentar-komentar di media sosial para anak-anak usia remaja yang cenderung provokatif dan kurang etis dipublish.
Dari beberapa kasus diatas menandakan bahwa Indonesia memang wajib menjunjung tinggi dan mensosialisasikan secara luas prinsip Moderasi Beragama kesemua Masyarakat terlebih lagi para milenialnya mengingat merekalah yang nantinya akan meneruskan tradisi kultur Masyarakat kita dimasa yang akan datang. Moderasi beragama dengan ini akan menghasilkan keseimbangan dalam praktik beragama dan dapat menjauhkan diri dari sikap berlebihan, provokatif, atau bahkan arogan serta tidak etis dalam bermasyarakat yang tentu saja akan mampu mengontrol secara menyeluruh terkait tindakan seorang manusia. Hingga pada akhirnya keberagaman di negeri ini tidak lagi menjadi sumber konflik dengan adanya pemahaman matang dari moderasi beragama.
Dengan
memahami secara utuh nilai-nilai yang menjadi titik berat seseorang
dalam mengamalkan prinsip moderasi beragama, maka era apapun termasuk era
digitalisasi seperti sekarang ini, akan dapat kita jalani dengan baik meskipun
saat ini banyak sekali hal-hal yang dengan mudahnya menimbulkan perpecahan,
misalnya terkait media – media yang tidak jelas kebenaran informasinya,
prosentase konten-konten yang provokatif bertebaran sangat luas, atau hoax-hoax
receh yang apabila dikonsumsi secara berkala akan berdampak buruk juga bagi
generasi masa depan, akan benar-benar mampu kita atasi dengan memahami secara
utuh nilai-nilai dalam toleransi yang
sesuai dengan prinsip moderasi beragama itu sendiri.
Lalu
peran seperti apa yang dapat generasi milenial kontribusikan untuk andil dalam
menciptakan kondisi bangsa yang menjunjung tinggi nilai toleransi? Mari kita
sedikit menjelajah melalui media-media informatif diera sekarang ini. Jika kita
melakukan penelusuran di internet, seperti browser, sosial media, atau yang
lainnya terkait suatu topik atau tema tertentu, atau bahkan ketika kita
menuliskan kata kunci dari sebuah penelusuran, yang pertama kali muncul dalam
algoritme penelusuran masyarakat kita adalah hal-hal negatif. Sebut saja ketika
kita mengetik kata “siswa/siswi SMA” maka berita atau artikel dan gambar yang
muncul paling atas pasti berbau negatif. dan banyak lagi tema atau kata kunci
yang terlanjur identik dengan hasil penelusuran negatif lainnya. Lain hal
ketika kita menelusurinya dengan menggantinya ke bahasa
inggris, maka yang muncul adalah konten-konten yang positif.
Dari
fakta diatas, maka tidak ada hal lain yang lebih genting dilakukan kita
(generasi milenial) untuk mulai menyeimbangkan terkait postingan-postingan atau
konten-konten maupun
komentar-komentar yang kita unggah di laman online hari ini dengan hal yang
sifatnya positif. Tentu saja dengan tujuan menghadirkan penyebaran informasi,
konten-konten di media online dan lain-lain yang bernilai positif untuk
konsumsi masyarakat dengan misi mengantarkan generasi penerus mampu menjunjung
tinggi sikap toleransi untuk kemudian bersama-sama mengindahkan prinsip dasar
dari gerakan moderasi beragama sehingga nantinya hal ini menjadi budaya hingga
ke generasi yang akan datang.
Kesimpulan
Untuk menciptakan kehidupan bermasyarakat yang aman, damai dan tentram, maka hal yang wajib kita pupuk adalah pemahaman dari prinsip dasar moderasi beragama. Kita yang menyandang sebagai generasi milenial terutama harus ikut andil dalam penyebaran paham toleransi yang bersumber dari prinsip moderasi beragama itu sendiri. Karena kita adalah generasi yang akan menentukan nasib bangsa ini dimasa yang akan datang. Berbagai upaya serta pembiasaan positif dalam menggunakan atau ketika kita berselancar didunia maya harus benar-benar kita saring dengan dasar nilai-nilai positif agar semua kalangan yang memiliki berbagai latar belakang yang berbeda-beda di masyarakat kita tidak lagi memicu timbulnya konflik atau paling tidak kita bisa meminimalisir terjadinya konflik itu sendiri.
Daftar
pustaka :
Wildani
Hefni, “Moderasi Beragama Dalam Ruang Digital: Studi Pengarusutamaan Moderasi Beragama Di Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri,” Jurnal Bimas Islam 13,
no. 1 (2020): 1–22, https://doi.org/10.37302/jbi.v13i1.182.
Nur
Salamah, Muhammad Arief Nugroho, and Puspo Nugroho, “Upaya Menyemai ModerasiBeragama Mahasiswa IAIN Kudus
Melalui Paradigma Ilmu Islam Terapan,” Quality
8, no. 2 (2020): 269, https://doi.org/10.21043/quality.v8i2.7517.
Hendrik. 2020. Pengantar Filsafat. Yogyakarta: PT KANISIUS.
KOMPAS.COM (2023, 05 Juli). https://regional.kompas.com/read/2023/07/05/060000678/kas s-bully-di-indonesia-mengkhawatirkan-ada-yang mengakibatkan-kematian?page=al
Detik.com (2023, 21 Oktober). https://www.detik.com/jatim/sepakbola/d-6993920/lagi-lagi bek-persebaya-yohanes-kandaimu-jadi-korban-rasisme