Hampir setiap aspek kehidupan kita, tidak dapat terelakkan oleh "gangguan" perkembangan zaman, yang dalam beberapa dekade terakhir ini berubah sangat pesat dan cepat. aspek transportasi yang terusik oleh hadirnya ojek daring, yang juga merambat pada dunia kuliner. Usaha kuliner kini tidak bisa lagi hanya mengandalkan cara-cara lama, ada warung juga ada kebutuhan perut, lantas terjadi sebuah transaksi antara orang yang ingin membeli makanan dan orang yang berjualanan makanan. Pengusaha kuliner harus terbiasa dengan perkembangan antar-pesan yang di fasilitasi oleh platform ojek daring, ya walaupun tidak memiliki warung secara fisik.
Perkembangan
terbaru,dalam dunia pendidikan, kini “terbangunkan” oleh hadirnya sebuha
kecerdasan buatan atau biasa di sebut artificial intellegence (AI). AI kini
menjadi perbincangan hangat, lantaran mesin tersebut sudah merambah ke sisi
primodial yang di miliki oleh manusia, yakni rasa. AI tidak hanya dapat membuat
sebuah karya ilmiah yang berbasis data dan analisa, melainkan juga puisi,
cerita pendek dan novel yang hasilnya cukup membuat takjub. Ini baru AI
generasi pertama, upaya yang terus di kembangkan dalam rangka meng-upgrade
kepintaran dan kecanggihan AI, pastinya
terus di lakukan hingga hasilnya akan lebih menyerupai karya manusia.
Dalih
apapun, termasuk agama, rasanya tidak mungkin bagi kita untuk terhindar dari
perkembangan teknologi, termasuk kehadiran AI. Opsinya hanya satu, menerima dan
menggunakanya sebagai bentuk ikhtiar untuk efektifitas maupun kemaslahatan
kehidupan manusia. Tidak ada opsi untuk memusuhi atau menolak AI. Latar
belakang inilah yang menjadi penting bagi dunia pendidikan, khususnya
pendidikan islam, untuk melakukan upaya dalam meneguhkan sumbangsih pendidikan
dalam peradaban kemanusiaan. Mengingat, tidak hanya kemudahan saja yang kita
dapatkan dari kemajuan teknologi, tetapi juga “sampah-sampah” yang tanpa sadar
menggrogoti nilai-nilai kemanusiaan.
Beberapa
dampak negatif dari perkembangan teknologi adalah, meningkatnya individualitas,
maraknya kabar hoaks, penurunan kualitas hidup hingga degradasi moral. Semua
itu menjadi tantangan masyarakat yang harus di hadapi, terutama dalam
pendidikan pesantren yang garapan utamanya adalah moralitas dan penanaman
nilai-nilai berdasarkan ajaran agama. Paradigma pendidikan islam kini perlu
beradaptasi dan bertransformasi untuk menjawab tantangan era disrupsi ini.
Bagaimana konsep pendidikan islam dalam konteks global, bagaimana penggunaan
teknologi dalam pembelajaran, yang semuanya perlu di hadapi secara bijak dan dewasa.
Meskipun
demikian, ada kabar baiknya, banyak hal khas manusia yang tidak dapat di geser
oleh sebuah mesin bernama AI. Adalah kreatifitas, subjektifitas, empati, serta
fleksibilitas dalam beradaptasi. Penguatan pendidikan karakter lah yang menjadi
kunci untuk meneguhkan sumbangsih pendidikan, khususnya pendidikan islam.
Bagaimana meningkatkan kreatifitas dan motivasi untuk terus berinovasi dalam
berbagai bidang, di tengah kepungan banjir informasi juga teknologi. Atmosfer
pendidikan pesantren amatlah penting untuk terus melakukan pembangunan karakter
manusia yang tangguh, kreatif, inovatif dan adaptif di berbagai lingkungan
serta perkembangan Iptek.Tentunya dengan pondasi spiritualitas yang mapan.
Spiritualitas adalah potensi autentik yang hanya di percayakan oleh Tuhan
kepada manusia, bukan pada mesin.