Desain Lingkungan Pesantren : Pendukung dan Pembentuk Growth Mindset


Perjalanan panjang bangsa Indonesia, membuat kita melihat sejauh mana eksistensi pesantren berkontribusi, mulai dari pendidikan hingga perjuangan dalam meraih dan menjaga kemerdekaan. Sering perkembangan zaman, pesantren kini tidak hanya berfokus pada pengajaran nilai-nilai agama saja, melainkan sudah merambah ke berbagai bidang lain seperti ekonomi, kebudayaan, kemanusiaan hingga sains dan teknologi. Pesantren mempunyai fungsi ganda, sebagai lembaga pendidikan yang mampu mengembangkan pengetahuan, penalaran, keterampilan, kepribadian dan juga sebagai sumber referensi tata-nilai islami bagi masyarakat sekitar.

Lingkungan pesantren sangatlah mendukung dalam membentuk nalar dan pribadi yang jelas. Ya, salah satunya adalah sikap growth mindset. Apa itu growth mindset ? yakni sebuah keyakinan bahwa kecerdasan, kualitas-kualitas hidup, serta kapasitas seseorang bisa dirubah dan berkembang melalui upaya dan pengalaman yang dilakukan dengan sungguh-sungguh. Sebaliknya, sikap fixed mindset adalah orang yang berkeyakinan bahwa kecerdasan, kualitas-kualitias hidup, serta kapasitas seseorang sudah ditetapkan. Orang dengan fixed mindset memandang bahwa intelegensi, bakat, serta kemampuan merupakan bawaan biologis manusia sejak lahir dan tidak dapat dirubah. “aku ya aku dan beginilah aku”, mindset seperti ini sangat rawan afk bagi masyarakat mobile legend, apa lagi masyarakat nyata ?.

Masuk kedalam pertanyaan inti, bagaimana lingkungan pesantren membentuk penalaran dan kepribadian individu santri yang jelas ?, mula-mula terbentuk oleh aktifitas yang biasa di lakukan dalam lingkungan pesantren, dengan segala informasi maupun pengalaman esensial yang di tangkap oleh akal pemikiran individu santri. Sebagai contoh pertama, adalah aktifitas sosial para santri, meniscayakan sikap empati, toleran, komunikasi efektif dan upaya untuk setara dengan teman-teman di sekirtarnya. Setara dalam hal tata tertib, capaian pembelajaran, status kesantrian dan lain sejenisnya. Tinggal bagaimana suatu pesantren , mendesain budaya yang ada, agar benar-benar efektif dalam membentuk nalar, pribadi dan growth mindset santri. Dalam hal kesetaraan, pihak pesantren tidak boleh membiarkan santri senior, dalam hal ini adalah pengurus untuk mengatur santri junior secara subjektif. Bertindak semena-mena terhadap santri junior, selanjutnya, jangan berikan ruang si kaya dan si miskin berkompetisi secara liar di lingkungan pesantren, asas kekeluargaan dan prinsip menyayangi yang lebih muda, menghormati yang lebih tua harus selalu di tekankan dan di evaluasi.

Contoh berikutnya, yang kedua aktifitas musyawaroh, meniscayakan sikap menghargai pendapat, memiliki hati yang lapang, serta mengakui ke-aliman atau kehebatan teman yang memang lebih unggul dari pada kita, ini yang sulit. Terlebih jika individu santri ini mengidap penyakit kibir alias sombong, panyakit kronis nan umum yang menjangkit orang-orang alim. Kembali lagi pada kontribusi desain pesantren, biasakan di dalam musyawaroh terdapat sebuah refleksi, bahwa apa yang kita yakini benar bukanlah kebenaran yang mutlak, dari manapun sumbernya. Memberikan stimulan orientasi pemikiran ulama’ yang luhur dan penuh hikmah terkait kesetaraan manusia sebagai hamba dan manusia, jangan biarkan virus absolutisme memenuhi dan membuat sesak dada para santri. Ketiga, pembiasaan Akhlaqul karimah dalam segala aktifitas yang di lakukan santri. Adab makan , berpakaian, bergaul, kepada teman, kepada guru, kepada hewan, kepada lingkungan hingga menghantarkan santri menjadi manusia yang paripurna. Berbeda dengan manusia yang masuk dalam masa purna, pengidap penyakit post power syndrome, dengan taglinenya “Aku si paling apapun....”

Tiga contoh di atas adalah sebagian kecil yang umumnya terdapat di pesantren, termasuk stimulan bagi para santri untuk terus melakukan perjalanan menuju dalam diri. Ya, perjalanan paling melelahkan adalah perjalanan menuju diri sendiri. Nah, berbekal apa kita dalam melakukan perjalanan tersebut ? menggunakan bekal nalar , kepribadian dan pola pikir yang growth mindset. Semua ini tentunya hanya kerangka berfikir dan ikhtiyar manusia, Allah Swt tetap pemegang kunci kebenaran absolute. Maka berdoalah, tetap pegang teguh ilmu dan adab, pastinya yang bersifat eksploratif dan dialektis. Wallahu A’lam

Beranda Alinaaroh

Beranda Al-Inaaroh merupakan media yang mengakomodir berbagai bentuk informasi lembaga pendidikan yang ada di bawah naungan Yayasan Abah Lutfi Center.

Post a Comment

Berkomentarlah dengan sopan dan sesuai dengan topik pembahasan

Previous Post Next Post