Oleh: Muhammad Hanif
Kita sering mendengar istilah “orang pandai kalah demgan orang beruntung”
sehingga banyak orang yang berlomba-lomba untuk menjadi orang beruntung.
Padahal keberuntungan tidaklah datang dengan tiba-tiba, tetapi memerlukan
perjuangan yang keras. Keberuntungan merupakan sebuah proses yang berat, dimana
ikhtiar & tawakal dalam berusaha menjadi salah satu kunci. Di balik setiap
keberuntungan pastilah akan mendapatkan rangkaian peristiwa yang menyertainya.
Almarhum Ust Jefry al-Bukhori mengatakan “jangan pernah meremehkan nilai
keberuntungan tetapi ingatlah bahwa keberuntungan datang kepada mereka yang
mencari sesuatu”.
Ikhtiar berarti berusaha dengan sungguh-sungguh, sekuat mungkin dan tetap konsisten.
Setelah ikhtiar dilakukan, pasrahkan hasilnya kepada Allah SWT dengan
bertawakal. Ikhtiar dan tawakal ini akan mendekatkan diri kita kepada Allah
SWT. Allah berfirman dalam kitab suci Al-Quran:
“ Apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah
SWT. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakal”.
Orang yang pintar belum tentu beruntung, bahkan banyak orang-orang yang
dianggap bodoh. Justru orang yang dianggap bodoh itulah orang yang beruntung.
Seperti yang dikutip dari perkataan seorang pengusaha besar, Bob Sadino, “orang
pintar biasanya paling banyak harapannya bahkan maunya berhasil dalam waktu
singkat. Padahal kita semua tahu semua itu impossible! Orang bodoh harapannya
hanya satu, hari ini bisa makan!”
Orang bodoh biasanya lebih berani dari orang pintar. Kenapa? Karena orang
bodoh sering tidak berpikir panjang atau banyak pertimbangan. Dia nothink to
lose. Sebaliknya orang pintar terlalu banyak pertimbangan sehingga tidak berani
untuk melangkah. Pada kehidupan nyata orang bodoh sulit mendapatkan kerja
sehingga dia terpaksa buka usaha sendiri. Dalam perjalanan bisnisnya agar
semakin sukses dia harus merekrut orang pintar. Alhasil orang bodoh tadi bisa
menjadi bosnya orang pintar.
Menjadi orang beruntung itu adalah keputusan Allah SWT. Sebuah anugerah
yang tidak dapat dibeli dengan apa pun. Beberapa orang menerima anugerah itu di
hidupnya. Sebagian lainnya harus berjuang keras untuk meraih impiannya. Menjadi
orang beruntung bukanlah pilihan. Kita hanya dapat memilih menjadi orang pintar
atau tetap tidak pintar. Tidak ada orang bodoh. Yang ada hanyalah orang yang
belum pintar saja.
Siapa pun masih bisa belajar selagi masih hidup, kecuali orang yang
mengalami gangguan kesehatan pada mental dan otaknya dan kecuali dia sendiri
tidak mau belajar hingga ia mati, itu baru bodoh. Karena pintar itu tidak harus
cerdas. Kata 'cerdas' walaupun bersinonim dengan kata 'pintar', tetapi cerdas
memiliki arti kekhasan yang merujuk kepada kepintaran secara intelektualitas.
Sementara pintar tidak bertumpu pada kecerdasan intelektual semata. Pintar
memiliki arti lebih luas daripada cerdas. Kita bisa lihat itu pada padanan
kata 'pintar': cakap, pandai, piawai, mahir, ulung, sanggup, terampil,
terlatih, berpengalaman, dan sebagainya. Orang cerdas belum tentu pintar dan orang
pintar tidak selalu cerdas intelektual.
Tidak semua orang ber-IQ tinggi. Tidak semua orang berprestasi terbaik secara akademis. Namun, bila ia pintar mengelola hidupnya dengan baik, maka ia bisa menjadi sama dengan orang yang beruntung.Oleh karena itu, kita menemukan fakta kehidupan di mana teman kita yang dulu di bangku sekolah tidak juara kelas, tidak berprestasi, nilainya banyakan merah, naik kelas didongkrak guru, atau lainnya, di kemudian hari kita bertemu, dia lebih sukses atau hidupnya jauh lebih mapan dari orang yang dulu di kelas terkenal super cerdas. Ya, kan?